home about project archives id place




















Hana Madness: Jangan Pernah Malu Untuk Menjadi Berbeda

oleh: IACC ADMIN | Sosial Budaya | 5 Tahun lalu

Bipolar; Skizofrenia, dan penyakit gangguan mental pada umumnya tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas. Kini telah banyak komunitas yang membuka diri untuk membantu para pengindap penyakit mental ini terutama pasca pengobatan dan membantu kembali ke masyarakat. Menurut kabar Galeri Nasional akan menyelenggarakan Festival Seni & Disabilitas pada Oktober 2018, mungkin festval ini mencoba merangkum dan memberikan informasi pada masyarakat luas pada pentingnya 'membuka ruang' apresiasi seniman-seniman pelakunya.

Pada kesempatan ini, IACC ingin menampilkan hasil wawancara dengan Hana Madness, salah satu pegiat Art Brut Indonesia.


Halo salam kenal Hana Madness….

Ada beberapa pertanyaan yang ingin IACC sampaikan.

1. Pertama soal nama, kenapa ada kata Madness pada nama anda? Apa perlunya?

Awalnya aku memang suka banget dengerin band ska asal UK bernama Madness. Dari situ ada seorang teman yang mulai memanggilku dengan sebutan “Mad, Madness” yang memiliki arti kegilaan. Berawal dari keisengan mulailah kira-kira pada tahun 2010-an aku menggunakan nama Hana Madness sebagai famous name ku, dan ternyata kata madness pada akhirnya dirasa cukup tepat dalam menggambarkan pribadiku. Hahaha

2. Sejak kapankah anda mulai mengenal seni dan memilih media lukis sebagai ekspresi? Dan apa arti penting ‘melukis’ bagi anda?

Ceritanya panjang banget. Masa laluku dipenuhi dengan masalah dari rumah hingga di bangku sekolah. Ditambah aku memiliki gangguan suasana hati serta halusinasi yang cukup parah. Hal tersebut membuatku nggak lagi bisa merasa nyaman dirumah serta berkonsentrasi dalam menerima semua pelajaran disekolah. Dari situlah aku mulai menyalurkan semua kegelisahanku kedalam sebuah tulisan dan juga doodle, tepatnya saat duduk di Sekolah Menegah Pertama.

Sampai akhirnya aku memberanikan diri menggunakan media kanvas dan ternyata secara perlahan itu memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam perjalanan berkesenianku. Aku bisa berpameran dan mengambarkan secara detail proses dibalik penciptaan setiap karya ke pada publik. Hal tersebut tanpa kusadari menjadi senjataku untuk tetap menjaga kewarasan. Aku merasa bersyukur bisa menuangkan gejolak jiwaku kedalam sebuah karya apalagi ketika orang mampu menikmati dan mengapresiasi, hal tersebut seperti doping yang memberiku semangat untuk terus berkarya dan produktif.


3. Sejauh ini bagaimana tanggapan publik terhadap karya-karya anda?

Gimana ya, sejauh ini banyak pihak yang cukup mengapresiasi setiap karya serta cerita dibaliknya. Mungkin pada awalnya orang melihat karyaku hanya sebatas pada karakter penuh warna yang ibaratnya “anak TK juga bisa buat”. Namun terdapat proses yang sangat panjang didalamnya. Hal tersebutlah yang tetap menjadi peganganku, bahwa ide dan proseslah yang membuat mahal sebuah karya seni. Selebihnya, biar publik yang menilai, karena aku nggak mau terlalu ambil pusing. Tugasku disini hanya berkarya dan mencipta. hehehe

4. Sudah pernah pameran tunggal? Kapan dan apa temanya? Jika belum adakah keinginan kesana?

Belum pernah. Pastinya itu merupakan impian setiap seniman. Jadi, ditunggu saja ya 

5. Apa impian/ cita-cita yang ingin dicapai?

Tentunya ingin bisa berpameran tunggal, melebarkan sayap ke tingkat internasional dan mempelajari banyak hal diluar sana. Aku ingin karyaku tak hanya memberikan keuntungan bagiku namun juga memberikan dampak postif kepada masyarakat. Semoga ini menjadi doa ya 

6. Apakah anda punya sesuatu yang ingin disampaikan ke masyarakat luas? Kira –kira tentang apa?

Selama ini aku dikenal karena gangguan kejiwaan yang aku miliki. Tak apa, karena pada akhirnya masyarakat mampu menerima karya-karyaku. Dan seperti yang aku sebutkan diatas, Jadikanlah seni sebagai senjata untuk dapat dilihat, didengar, dan dirasakan. Dan jangan pernah malu untuk menjadi berbeda!


Terima kasih