Mendobrak Kemapanan Seni Inggris oleh: IACC ADMIN | Seni Rupa | 9 Tahun lalu
Sinta Tantra: Mendobrak Kemapanan Seni Inggris
Berhasil menembus kemapanan seni Inggris, karya-karya kontemporer mengeksploitasi warna-warni khas tropis melambungkan nama Sinta Tantra sebagai seniwati berbakat yang pernah dimiliki Indonesia di Eropa.
Wajahnya nampak begitu sumringah setelah menerima kabar bahwa dirinya terpilih menjadi satu-satunya seniwati untuk melukis dinding jembatan yang menjadi landmark sekaligus akses utama menuju kawasan pusat keuangan Canary Wharf London. Membentang lebih dari 150 meter di atas sungai Thames, jembatan ini memang sengaja dipersolek menyambut perhelatan Olimpiade London 2012 lalu. Inilah proyek terbesar dan paling prestisius yang didapat Sinta setelah 6 tahun berjuang membangun namanya agar masuk sebagai seniwati papan atas di Inggris.
Menurut Sinta, lukisan dinding di jembatan menuju kawasan pusat keuangan Canary Wharf mencerminkan denyut kehidupan pusat keuangan yang hampir tidak pernah tidur selama 24 jam sehari. Jadi lukisan didominasi warna cerah seperti merah jambu dan biru. Proyek sekala besar seperti ini membuat Sinta merasa tertantang. "Saya suka membuat proyek sekali. Berkolaborasi dengan orang lain terutama bersama dengan orang yang memiliki expertise (keahlian) yang saya tidak tahu," kata Sinta Tantra seperti diungkapkan pada BBC Indonesia.
Keberanian dalam mengeksplorasi warna dan motif-motif linear, dengan sesekali menampilkan ‘ke-Bali-an’nya lewat siluet pepohonan tropis yang eksotis, membuat perempuan yang setiap tahun selalu meluangkan waktu pulang kampung ke Bali itu mencuri perhatian seni Inggris yang mapan. karya-karya mural dan instalasi bercorak geometris penuh warna yang diusung Sinta bahkan banyak mengisi ruang publik di London serta beberapa di kota lain seperti Liverpool, Swansea dan Wales.
Pada Januari lalu, bersama rekan sejawatnya di Slade School, Nick Hornby, Sinta lagi-lagi menuai pujian lewat pameran bertajuk Nick Hornby & Sinta Tantra: Collaborative Work di One Canada Square, Canary Wharf, London.
“Horby dan Tantra membuat satu seri karya tiga dimensi dan beberapa karya dua dimensi yang masih berkaitan dengan karya tiga dimensi mereka. mereka juga akan bekerjasama dengan fotografer Sylvain Deleu untuk sebuah proyek lain,†ujar kurator pameran Ann Elliott.
Tak hanya itu, Juni lalu karya unik 3 dimensi berjudul ‘The Eccentricity of Zero’ yang dipampangnya di Napoleon Garden mengundang komentator seni kawakan Paul Carey Kent's dan memasukkannya sebagai top art recommendations for June.
Sempat dilihat sebelah mata
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Indonesia, seniwati peraih ‘Deutsche Bank Award in Fine Art 2006’ ini menuturkan, semula tidak mudah menembus pasar seni Inggris yang sudah mapan. Kesulitan utamanya adalah susahnya mencari rumah seni yang mau menggandengnya. "Susah sekali, tetapi saya percaya kunci utama sebagai seniman muda adalah produksi sendiri dan sebanyak mungkin ikut pameran," imbuhnya.
“Sebagai seniman, bekerja itu sama dengan bermain. Saya suka menjelajahi kota, mengunjungi museum seni atau pameran, "katanya. Menurutnya, seni benar-benar telah menafkahi hidupnya secara emosional dan kreatif.
Sempat dilihat sebelah mata, Indonesia yang belum memiliki reputasi internasional di bidang seni kotemporer nyatanya telah mengakui Sinta Tantra sebagai seniwati berbakat yang telah mencuri perhatian publik Inggris. Ya, perempuan berdarah Bali, lahir di New York pada 34 tahun yang lalu itu benar-benar telah menuai usaha terbaiknya sejak tahun 2006 lalu.
Saat artikel ini diturunkan, Sinta juga sedang menjadi pembicaraan hangat publik seni di London lewat Pameran Kiss Me deadly di The Royal Automobile Club yang dihelat pada 19 agustus hingga 29 september 2013.
Di Indonesia sendiri, Sinta yang lulusan Slade School of Fine Art, University College of Art (2003) dan Royal Academy Schools (2006) pernah menggelar pameran tunggal di Gaya Fusion Gallery Bali pada 2009 silam. Dalam waktu dekat, Ia juga berencana akan berkolaborasi dengan seniman-seniman Indonesia seperti dari Jogja. "Aku benar-benar mencintai Yogyakarta lebih banyak dari Jakarta. Yogyakarta memiliki kebudayaan yang lebih terbuka. Di Jakarta , orang menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam ruangan terkotak, " katanya seperti dikutip dari The Jakarta Post. kita tunggu saja karya-karya terbaiknya hadir bersama seniman Indonesia di tanah air. (*)
Ditulis oleh: Dwee n Chyn
Saat ini menjadi Media Consultant untuk beberapa merek corporate di Indonesia
gosongkovic.blogspot.com' target=_blank>gosongkovic.blogspot.com
|